Ali Mursyid Azisi
(Dokumentasi harlah IPNU ke-67 di PWNU JATIM 2021)
Bagi kalangan Nahdliyin, eksistensi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
(IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) sudah tidak asing lagi
dalam sendi kehidupan di tengah masyarakat yang multicultural. Selayaknya di
Indonesia, seiring bertambahnya waktu, kuantitas masyarakat yang berafiliasi
pada Nahdlatul Ulama semakin bertambah bahkan hingga ke pelosok pedesaan. Sudah
barang tentu menjadi PR besar bagi NU sendiri dalam upaya mengkader dan
membentengi umatnya dari paham-paham ekstrem yang acap kali menggencarkan aksi
kekerasan dan pemikiran Islam yang tekstualis.
Hal yang tidak kalah penting adalalah bagaimana menanamkan paham
yang moderat, toleran, dan ramah dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Islam
dalam seluk beluk kehidupan sedini mungkin. Demikian menjadi tugas pelajar
Nahdlatul Ulama yang hingga dewasa ini dikenal dengan IPNU-IPPNU sebagai wadah
pengkaderan kaum Nahdliyin supaya tetap berpegang teguh pada ruh Ahlussunnah
wal Jama’ah An-Nahdliyah. Sesuai dengan latar belakang dibentuknya IPNU dan
IPPNU dari berbagai aspek.
Seperti halnya dari aspek idelogis sendiri sebagaimana penduduk
dunia mengakui bahwa Islam terbesar tumbuh dan berkembang di Indonesia, dan
mayoritas berfaham ASWAJA. Dengan begitu, sangat dibutuhkan rantai pengkaderan
dalam mengamalkan, mengoordinir dan mengimplementasikan paham tersebut dengan
baik. Dari segi paedagogis pun juga berlatar belakang adanya keinginan sebagai
media yang menjembatani adanya kesenjangan di wilayah pelajar serta mahasiswa
yang tengah mengenyam pendidikan di lembaga formal maupun pesantren.
Sesuai dengan cita-cita besar Nahlatul Ulama, yaitu membumikan ruh
nilai-nilai ajaran Islam secara kontekstualis, toleran, inklusif, pluralis, dan
humanis, nampaknya menjadi pegangan pokok kalangan kaum pelajar Nahdliyin dalam
membentengi ajaran-ajaran yang mengarah pada ekstrem kanan dan kiri (liberal
dan komunis). Nampak jelas, bahwa paham-paham ekstrem dan eksklusif sudah marak
merambah bak jamur di musim penghujan di tanah Nusantara.
Oleh karenanya, sebagai benteng dan upaya menjaga generasi muda
tidak gampang terperosok dalam paham-paham tersebut, IPNU-IPPNU setidaknya
menjadi garda terdepan dalam menumpas paham tersbut, terkhusus dalam wilayah
pelajar. Mengapa demikian?, karena dalam masa-masa pendidikan dan belajar,
generasi muda acap kali memiliki keingintahuan yang besar dan mudah tertarik
dengan iming-iming jaminan surga, syahid, jihad fi sabilillah, dll, jika
tidak dibentengi dan dibekali dengan pemahaman Islam secara teks-konteks.
Moderat dan Ramah dalam Bersikap
Sebagaimana pula tema yang banyak diusung oleh kalangan akademisi, cendekiawan,
dan tokoh agama Nahdlatul Ulama hingga era kontemporer saat ini tentang
moderasi beragama, menjadi titik utama dalam berislam yang santun dan ramah. Secara makna, istilah moderat terdiri dari dua definisi,
diantaranya: a). Selalu menghindarkan pengungkapan atau perilaku yang mengarah
pada hal radikal/ekstrem, b). Cenderung mengarah pada jalan atau dimensi tengah
(al-washat).
Bahkan KH. Said
Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU) dalam pertemuan virtual di hari lahir PKB ke-23
menyatakan bahwa NU berprinsip toleran dan moderat, bahkan jauh dari tindakan
ekstrem. Sebagaimana
jika menilik kembali histories bagaimana proses masuk dan berkembangnya
Islam di tanah Nusantara yang digencarkan Walisanga sangatlah toleran terhadap
kebudayaan dan kepercayaan setempat. Tidak dengan paksaan dan kekerasan, justru
dengan sikap yang ramah, santun, dan mengedepankan akhlak, menjadikan ajaran
Islam mudah diterima melalui kesenian & tradisi yang dibumbui nilai-nilai
luhur Islam di dalamnya.
Hal demikian juga sangat perlu dan penting pula diimplementasikan
oleh kalangan pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) sesuai dengan konteks
perkembangan zaman yang kian dinamis. IPNU-IPPNU sebagai kader penerus Ulama
Nusantara yang notabennya memegang teguh prinsip Islam yang santun dan rahmatan
lil ‘alamin menjadi tonggak muda di kalangan pelajar Islam di Indonesia.
Setidaknya ada beberapa aspek yang perlu ditanamkan lebih dan
disebarluaskan oleh kader IPNU-IPPNU pada generasi millennial, yaitu tidak
hanya saleh ritual dan spiritual semata, akan tetapi juga saleh sosial sebagai
bentuk lain dari dimensi ibadah. Dari aspek sosial, IPNU-IPPNU setidaknya mampu
mengimplementasikan kerukunan, kedamaian, menebar cinta kasih, sesuai dengan
teks Al-Qur’an dan Hadits. Mencerminkan tingkah laku sebagaimana para pendahulu
Nahdlatul Ulama, aspek sosial menjadi hal penting yang harus dijaga betul dalam
merawat keutuhan, persatuan, serta kemaslahatan dalam beragama dan bernegara.
Dari segi pemahaman dan pemikiran, kader Nahdlatul Ulama
(IPNU-IPPNU) setidaknya menjadi role model dalam berislam yang
kontekstualis, yaitu memahami teks keislaman tidak secara dangkal atas
tafsirannya sendiri. Menjadi pribadi yang luwes dan dinamis dalam berfikir,
menjadi kelebihan tersendiri yang hingga kini menjadi tantangan besar umat
muslim Indonesia. Keterbukaan pemahaman yang disesuaikan dengan konteks zaman,
menjadi ujung tombak berkontribusi lebih dalam aspek agama dan negara.
Berakar dari pemahaman inilah, nantinya akan tercerminkan dengan
sikap dalam menghadapi problema/hal yang tidak sesuai dengan pemikirannya.
Dengan begitu, kader IPNU-IPPNU tidak mudah mendekte fenomena-fenomena
keagamaan sebagai tindakan yang sesat, dzolim, kafir, layaknya kelompok ekstrem
yang juga mulai menjamur di kalangan pelajar di sekolah/universitas yang minim
pemahaman keagamaannya. Hal yang sangat bisa dipetik yaitu bagaimana kader
Nahdlatul Ulama dalam naungan IPNU-IPPNU yaitu bagaimana dapat mengaplikasikan
hakikat Islam yang sejatinya santun dan toleran dalam kehidupan.
Beberapa keunggulan kader IPNU-IPPNU dalam menerapkan apa yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw dan para pendahulu Nahdlatul Ulama sebagaimana
sikap moderat dan ramah dalam beragama, setidaknya menjadi actor penting di
tengah kalangan pelajar dalam membumikan ruh Islam. Dengan begitu, posisi
IPNU-IPPNU berperan penting dalam perkembangan peradaban Islam pada kalangan
pemuda di Indonesia yang santun dalam bertindak, moderat dalam berfikir, ramah dan
toleran dalam bersikap.
Penting sekali menurut penulis pribadi bahwa eksistensi dan
pengkaderan IPNU-IPPNU terus dikembangkan tidak hanya dari segi kuantitas
semata, namun dari segi kualitas haruslah mampu mencerminkan kaula muda yang
giat menimba ilmu agama, berpaham inklusif, humanis, berwawasan luas tentang
keilmuan dan menjadi garda terdepan dalam menghadapi kelompok Islam ekstrem dan
radikal di Nusantara.
Posting Komentar
Posting Komentar