Oleh Ali Mursyid Azisi
(Lahir di Banyuwangi, aktif di PKPT IPNU UIN Sunan Ampel Surabaya,
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)
Pada bab
pembahasan kali ini masih memiliki korelasi dengan artikel sebelumnya yang
bertajuk Pelajar dan Media Sosial 4: Dari Peran Hingga Etika
Mengendalikannya. Dalam bermedia sosial selain menerapkan
pedoman-pedoman/etika yang pada dasarnya merupakan hal positif yang harus
dijaga, disamping itu perlu juga seorang pelajar Islam/siapa pun turut berperan
dalam rangka mengisi kegiatan/kajian yang mengandung unsur kreatif, inovatif
dan edukatif. Hal ini merupakan sebuah persaingan di media sosial yang
eksistensinya tidak tergeserkan oleh konten-konten yang tidak begitu
manfaat/bahkan menjerumuskan pada hal yang buruk.
Peran pelajar
muslim terutama kader Nahdlatul Ulama sangat dibutuhkan di sini. Baik dalam
rangka menunjukkan eksistensi maupun menjadi actor media kreatif dan penuh
kebermanfaatan. Hal yang perlu disiapkan yaitu konten-konten kreatif baik itu
dalam bentuk gambar, video, maupun tulisan yang bisa dikembangkan di media
sosial menggunakan kecanggihan teknologi yang semakin kesini mengalami
perkembangan pesat.
Konten kreatif
tidak melulu tentang hasil editing video yang berkelas dan sebagainya. Namun
yang perlu diperatikan yakni isi konten tentang bagaimana bisa menarik pengguna
media sosial untuk menikmati dan memetik hal yang manfaat. Baik dengan
menampilkan ilmu keislaman, tradisi-tradisi ala Islam Nusantara, maupun hal
positif lainya.
Selain konten
kreatif yang bisa kita share di media sosial, tak lupa juga hal yang penting
diterapkan dalam kompetisi di media sosial saat ini, yakni perlu adanya inovasi
baru dalam setiap konten yang hendak kita buat. Inovasi baru ini sesuai dengan
konteks apa yang tengah dibutuhkan masyarakat saat ini (melek konteks).
Peran pelajar di sini maupun akademisi yaitu disamping dituntut harus membaca
bahan bacaan buku, kitab dan sebagainya untuk menambah wawasan keilmuan, juga dituntut
cerdas dalam membaca situasi masyarakat yang sifatnya dinamis (mengalami
perubahan setiap saat).
Disamping dua
point di atas, hal yang juga begitu penting diselingi di dalamnya adalah adanya
unsur edukatif. Selain menikmati konten yang menarik, kreatif dan penuh
inovasi, diharapkan dari siapapun penikmat sosial media mampu memetic sebuah
pelajaran di dalamnya yang sangat penting untuk kita syiarkan. Baik itu kajian
tentang keagamaan, kebudayaan, perekonomian dan apapun itu semua bisa kita
masuki sebagai kader Nahdlatul Ulama, yakni yang unggul dalam semua bidang.
Dengan membaca
situasi demikian, eksistensi maupun peran pelajar/pemuda-pemudi NU diharapkan
bisa menjadi kiblat dalam hal kesantunan bersosial media maupun dengan karya
konten-konten yang kreatif, inovatif, dan penuh edukatif. Dengan begitu
masyarakat pengguna media sosial secara umum (tua maupun muda) tidak meragukan
kembali kualitas, peran, dan eksistensi pelajar Nahdlatul Ulama, baik di
tengah-tengah masyarakat secara langsung maupun di media sosial yang
berkontribusi besar untuk semua kalangan.
Oleh karenanya,
tiga poin di atas harus dipegang teguh dan secara continue perlu dikembangkan
kader muslim NU. Semula yang diragukan dan dipandang sebelah mata karena dinilai
tertinggal dari segi teknologi dan persaingan di media baru saat ini, nantinya
diharapkan pelajar Nahdlatul Ulama menjadi aktor-aktor penting dalam memajukan
kualitas teknologi maupun konten-konten manfaat dalam skala nasional maupun
universal.
Tentu hadirnya
generasi muda NU diharapkan bisa menghasilkan karya-karya yang menfaat untuk
masyarakat umum, apalagi kini didukung dengan majunya teknologi yang kian
pesat. Segala mecam informasi bisa diakses dengan hitungan detik dan
memudahkan. Ulama terdahulu pun sebelum adanya media baru (media digital)
sangat gigih dalam berkarya, baik keilmuan islam, tafsir, syair-syair, hadits
dan lain sebagainya.
Kita sebagai
generasi yang diharapkan bisa memberi kontribusi besar yang manfaat sesuai
perkembangan zaman pun dituntut untuk selalu berkarya, sesuai bidang
masing-masing. Bahkan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pernah berkata
demikian: “Tatkala waktuku habis tanpa karya dan pengetahuan, lantas apa makna
umurku ini?”. Dari apa yang disampaikan beliau semoga menjadi metovasi bagi
pelajar/kader Nahdlatul Ulama untuk selalu berkarya dan menebar kemanfaatan.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat untuk sesamanya” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).
Posting Komentar
Posting Komentar