Pelajar dan Media Sosial 3: Upaya Terbebas Dari Jerat Referensi Kajian “Sesat”

 

Oleh Ali Mursyid Azisi

(Lahir di Banyuwangi, aktif di PKPT IPNU UIN Sunan Ampel Surabaya, Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)

 

                Pada pembahasan kali ini masih memiliki keterkaitan dengan artikel sebelumnya yang bertajuk Pelajar dan Media Sosial 2: Menangkal Sepak Terjang Kaum Puritan di Medsos. Seperti yang penulis paparkan sebelumnya tentang beberapa website yang perlu kita hindari karena mengandung unsur sara, radikal, dan bahkan mengancam NKRI yaitu: an-najah.net, al-manhaj.or.id, salafi.in, ahlussunnahslipi.com, salafybpp.com, salafy.in, radiorodja.com, www.al-intima.com, www.indonesiaalyoum.com, dan sejenisnya sangat berpengaruh terhadap kualitas keilmuan dan pemikiran seseorang dalam berislam.

            Kajian-kajian yang tidak mengandung unsur edukatif yang membangun spirit berislam ramah, penuh cinta-kasih, moderat, inklusif, toleran dan plurali`s, sebaiknya tidak dikaji lebih lanjut/dijadikan sumber rujukan keilmuan. Dikhawatirkan memunculkan pemahaman yang dangkal tentang agama.

            Akar kata “sesat” sendiri dalam hasil riset Nur Alim dkk yang bertajuk Singularitas Agama: Identifikasi Aliran dan Paham Radikal di Kendari didefinisikan sebagai berikut: a). keliru (salah): melakukan perbuatan yang buruk bahkan menyimpang dari hal yang benar, b). tidak dengan jalan yang seharusnya/benar: ibarat pepatah sesat di jalan jika malu bertanya. Sedangkan UU di Indonesia menerjemahkan kata “sesat” dengan “hal yang menyimpang/melenceng dari inti/nilai pokok dari ajaran” sebagaimana pasal tentang Ponodaan Agama yang tercantum dalam UU No. 1/PNPS/1965.

            Kembali ke konteks kajian. Untuk mencegah hal semacam ini yang terbilang urgent sangat perlu ada solusi yang perlu disebarluaskan kepada semua kalangan. Ada beberapa langkah bagi pelajar muslim terlebih kader Nahdlatul Ulama supaya tidak mudah terjebak dalam perangkap aliran radikal di media sosial yakni: 1). Jangan asal comot/terima mentah-mentah segala referensi kajian Islam yang tersebar di website, 2). Tinjau ulang kajian Islam yang hendak kita jadikan referensi, 3). Pastikan website/channel yang kita tuju bukan milik kelompok Wahabi-Salafi dan sejenisnya, 4). Amati betul isi kajian yang disebarluaskan, jika mengandung unsur radikal jangan dijadikan referensi keilmuan,

            5). Sebaiknya merujuk pada website yang berisi kajian yang memiliki sumber referensi yang jelas, bersanad, terutama pelajar NU diwajibkan merujuk pada website resmi NU ketika mencari sumber referensi kajian keislaman, 6). Jika merujuk pada video ceramah audio visual pastikan/cari latar belakang ustadz/kyai yang menyampaikan ceramah. Jika sanad keilmuan/latar belakang/guru mereka dari kelompok Salafi-Wahabi, HTI, dan sejenisnya sebaiknya dihindari.

            7). Disarankan merujuk pada kitab-kitab yang biasanya dikaji di pesantren/kitab kuning, maupun rujukan buku yang dirasa tidak ada unsur radikalnya. 8). Sebaiknya dalam menuntut ilmu bagi para pelajar sangat perlu didampingi oleh guru/kyai yang memiliki sanad keilmuan yang jelas dan pemikirannya terbuka/toleran/inklusif/moderat dan kualitas keilmuannya tidak diragukan.

            Dengan menerapkan beberapa langkah di atas diharapkan siapapun baik itu pelajar, tua muda maupun semua kalangan yang menjadi pengguna media sosial lebih berhati-hati dan kualitas keilmuan islamnya tidak diragukan karena referensinya jelas dan bersanad. Terkhusus pelajar NU disarankan bahkan wajib untuk senantiasa merujuk kajian-kajian keilmuan Islam Ulama-Ulama NU pula yang berpaham Ahlussunnah wa al-Jama’ah an-Nahdliyah.

            Ahlussunnah wa al-Jama’ah an-Nahdliyah sendiri dalam buku yang disusun oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur yang bertajuk Risalah Ahlussunnah WaL-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan Akidah-Amaliah NU, merupakan paham yang cenderung moderat dalam mengimplementasikan nilai-nilai Islam ala NU yang dipelopori oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.

            Oleh karena itu, begitu penting kiranya seorang pelajar muslim NU maupun lainnya sebagai penerus ulama sebelumnya untuk berhati-hati di zaman sekarang yang tengah dihadapkan dengan modernisasi, yang semakin pesat perkembangan ilmu teknologinya. Tantangan terbesar kader NU saat ini adalah memerangi kelompok-kelompok sebelah yang radikal dengan turut meramaikan media sosial dengan konten-konten positif dan memberikan sumber referensi kajian yang bersanad jelas. Sudah barang tentu media dakwah di era sekarang yang beralih di media sosial perlu difilter, karena siapapun mempunyai kebebasan bermedia sosial dan sangat perlu berhati-hati.

Artikel Terkait

There is no other posts in this category.

Posting Komentar