Oleh Ali Mursyid Azisi
(Lahir di Banyuwangi, aktif di PKPT IPNU UIN Sunan Ampel Surabaya,
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)
Pada pembahasan kali ini masih memiliki keterkaitan dengan artikel
sebelumnya yang bertajuk Pelajar dan Media Sosial 2: Menangkal Sepak
Terjang Kaum Puritan di Medsos. Seperti yang penulis paparkan sebelumnya
tentang beberapa website yang perlu kita hindari karena mengandung unsur sara, radikal,
dan bahkan mengancam NKRI yaitu: an-najah.net, al-manhaj.or.id, salafi.in,
ahlussunnahslipi.com, salafybpp.com, salafy.in,
radiorodja.com, www.al-intima.com, www.indonesiaalyoum.com, dan sejenisnya sangat berpengaruh terhadap kualitas keilmuan dan
pemikiran seseorang dalam berislam.
Kajian-kajian yang
tidak mengandung unsur edukatif yang membangun spirit berislam ramah, penuh
cinta-kasih, moderat, inklusif, toleran dan plurali`s, sebaiknya tidak dikaji
lebih lanjut/dijadikan sumber rujukan keilmuan. Dikhawatirkan memunculkan
pemahaman yang dangkal tentang agama.
Akar kata “sesat”
sendiri dalam hasil riset Nur Alim dkk yang bertajuk Singularitas Agama:
Identifikasi Aliran dan Paham Radikal di Kendari didefinisikan sebagai
berikut: a). keliru (salah): melakukan perbuatan yang buruk bahkan menyimpang
dari hal yang benar, b). tidak dengan jalan yang seharusnya/benar: ibarat
pepatah sesat di jalan jika malu bertanya. Sedangkan UU di Indonesia menerjemahkan
kata “sesat” dengan “hal yang menyimpang/melenceng dari inti/nilai pokok dari
ajaran” sebagaimana pasal tentang Ponodaan Agama yang tercantum dalam UU No.
1/PNPS/1965.
Kembali ke konteks
kajian. Untuk mencegah hal semacam ini yang terbilang urgent sangat perlu ada
solusi yang perlu disebarluaskan kepada semua kalangan. Ada beberapa langkah
bagi pelajar muslim terlebih kader Nahdlatul Ulama supaya tidak mudah terjebak
dalam perangkap aliran radikal di media sosial yakni: 1). Jangan asal comot/terima
mentah-mentah segala referensi kajian Islam yang tersebar di website, 2).
Tinjau ulang kajian Islam yang hendak kita jadikan referensi, 3). Pastikan
website/channel yang kita tuju bukan milik kelompok Wahabi-Salafi dan
sejenisnya, 4). Amati betul isi kajian yang disebarluaskan, jika mengandung
unsur radikal jangan dijadikan referensi keilmuan,
5). Sebaiknya
merujuk pada website yang berisi kajian yang memiliki sumber referensi yang
jelas, bersanad, terutama pelajar NU diwajibkan merujuk pada website resmi NU
ketika mencari sumber referensi kajian keislaman, 6). Jika merujuk pada video
ceramah audio visual pastikan/cari latar belakang ustadz/kyai yang menyampaikan
ceramah. Jika sanad keilmuan/latar belakang/guru mereka dari kelompok
Salafi-Wahabi, HTI, dan sejenisnya sebaiknya dihindari.
7). Disarankan
merujuk pada kitab-kitab yang biasanya dikaji di pesantren/kitab kuning, maupun
rujukan buku yang dirasa tidak ada unsur radikalnya. 8). Sebaiknya dalam
menuntut ilmu bagi para pelajar sangat perlu didampingi oleh guru/kyai yang
memiliki sanad keilmuan yang jelas dan pemikirannya
terbuka/toleran/inklusif/moderat dan kualitas keilmuannya tidak diragukan.
Dengan menerapkan
beberapa langkah di atas diharapkan siapapun baik itu pelajar, tua muda maupun
semua kalangan yang menjadi pengguna media sosial lebih berhati-hati dan
kualitas keilmuan islamnya tidak diragukan karena referensinya jelas dan
bersanad. Terkhusus pelajar NU disarankan bahkan wajib untuk senantiasa merujuk
kajian-kajian keilmuan Islam Ulama-Ulama NU pula yang berpaham Ahlussunnah
wa al-Jama’ah an-Nahdliyah.
Ahlussunnah wa
al-Jama’ah an-Nahdliyah sendiri dalam buku yang disusun oleh Tim
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur yang bertajuk Risalah Ahlussunnah
WaL-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan Akidah-Amaliah NU, merupakan
paham yang cenderung moderat dalam mengimplementasikan nilai-nilai Islam ala NU
yang dipelopori oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Oleh karena itu,
begitu penting kiranya seorang pelajar muslim NU maupun lainnya sebagai penerus
ulama sebelumnya untuk berhati-hati di zaman sekarang yang tengah dihadapkan
dengan modernisasi, yang semakin pesat perkembangan ilmu teknologinya. Tantangan
terbesar kader NU saat ini adalah memerangi kelompok-kelompok sebelah yang
radikal dengan turut meramaikan media sosial dengan konten-konten positif dan
memberikan sumber referensi kajian yang bersanad jelas. Sudah barang tentu
media dakwah di era sekarang yang beralih di media sosial perlu difilter,
karena siapapun mempunyai kebebasan bermedia sosial dan sangat perlu
berhati-hati.
Posting Komentar
Posting Komentar