REINTERPRETASI SISTEM KADERISASI
PIMPINAN KOMISARIAT
Oleh:
laaraibafiih
Paradigma
pelajar NU dalam ranah sekolah maupun perguruan tinggi mempunyai sistematika
yang sangat komplek, hal itu terlihat dari beberapa pendaftar peserta didik
baik dalam kota maupun luar kota. Timbulnya pergaulan diantara para pelajar ini
memetakkan stigma terhadap masing-masing individu dalam bergaul dan berdiskusi.
Oleh karena itu, seorang pelajar NU dalam ranah ini mempunyai peranan penting
dalam segi sosial dan kultural.
Terlepas dari beberapa sekolah mapun perguruan tinggi yang bernotabenya Lembaga Maarif, peranan IPNU IPPNU perlu interpretasi dan penguatan jenjang pengkaderan dalam mengakomodir keberlangsungan organisasi, terutama beberapa tingkat kelas didalam sekolah dan beberapa fakultas dalam perguruan tinggi. Pengaruh tersebut terlihat, akhir-akhir ini NU disudutkan dengan berbagai perspektif, mengistilahkannya dengan peran NU yang mulai yang berbeda dengan dulunya. Tindakan yang diambil dianggap tidak mengakusisi wajah dari Nahdliyin seperti keikutsertaan dalam politik praktis, menjaga gereja dan hal lain yang berkesinggungan.
Kader
NU terutama IPNU dan IPPNU setidaknya harus mempunyai bekal selain pengetahuan
ke-NU-an dan ke-Aswaja-an dalam menunjang kekayaan intelektual dan proyeksi
diri terhadap beragam serangan yang ada. Bersifat adaptif dan berintegritas dalam
menjawab tantangan.
Hal
itu harus segera digalangkan dalam sistem kaderisasi dalam ranah pimpinan
komisariat yang notabenya justru rentan terjadi pertikaian kecil semacam
perdebatan yang mengharuskan kader-kader NU bertindak selayaknya meluruskan hal
yang sebenarnya terjadi, akan tetapi tetap dengan asas khas NU berpedoman
Alquran, Hadis, Ijma dan Qiyas. Beraqidah Ahlussunnah Waljamaah, menjunjung 4
bidang Madzhab fiqh dan berkarakter tawassuth, tasamuh, tawazun, taadul dan
amar maruf nahi munkar.
Membangun
kembali interpretasi yang menyongsong keberlangsungan kader, dengan menimbang
hal yang diatas. Maka secara efektifnya mengaktualisasi potensi serta pembinaan
kader segera dicanangkan dengan cara: (1)Pergerakan dalam lingkup sekolah,
pelajar NU dalam tahapan ini adalah jenjang proses pembelajaran dasar,
mengoptimalkan kebutuhan sekolah dan pendoktrian paham aswaja dalam ruang-ruang
pembelajaran mereka harus dibiasakan. Dimulai dari hal-hal kecil dengan memberi
istilah panggilan rekan dan rekanita. Melakukan mediasi dan kolaborasi Pelajar
NU luar sekolah agar mengenal tatanan masyarakat adanya sistem kerja organisasi
yang bermitra. Bukan hanya berkompetitif mengunggulkan sekelompok sendiri,
namun memberi ruang pada pelajar, agar dapat berbagi informasi dan inovasi
untuk mendukung masing-masing program kerja. (2)Mengeksploitasi dengan maksud
baik, mengarahkan tujuan dalam lingkup perguruan tinggi yang mempunyai basis-basis
kader berintelektual dalam pendewasaan dan mengacu pada aspek bidang yang
dikuasai sesuai basic pontensi
fakultas dan jurusan. Jenjang tahapan ini sangat disayangkan apabila
pemberdayaannya tidak diperhatikan, dan condong tergelantung dengan status
keterpelajaran. Basis ini bisa diterjunkan dan ikut berkolaborasi ke Pimpinan
Komisariat di sekolah-sekolah untuk memback
up dan membantu inovasi dengan basic-basic
skill yang dimiliki. Hal tersebut dapat bersifat berkelanjutan, sebagai bentuk
upaya mecanangkan pemahaman anti radikal juga memberikan stimulus perencanaan
kader.
Sistematika
penerapan ini bisa dimulai dan ada tahapan sistem Masa Kesetiaan Anggota,
potensi masing-masing calon kader dapat dijaring untuk digali dan dikembangkan.
Pengelompokan dengan sistem materi sesuai dengan minat dan bakat para kader,
dapat diwujudkan dan terapannya secara langsung sesuai basic skill yang dimiliki. Pada tahap kolaborasi, pengenalan diri
dalam komunitas dan organisasi wilayah sekitar tempat masing-masing dicoba
untuk uraikan dan dicari ruang bagi kader IPNU dan IPPNU dapat merambat dan
menyalurkan inovasinya. Hal itu akan berhasil karena ada keuntungan dalam kedua
pihak dalam mencapai tujuan, maka disini didapati kontribusi yang diberikan
dapat menambah nilai bagus dalam meminimalisir sensifitas/gesekan cara pandang
luar terhadap NU sesuai jenjang yang dimiliki kader. Harapannya ini bisa
berkelanjutan pada pengkaderan berikutnya, yaitu Latihan Kader Muda.
Semuanya
sesuai dengan yang tertera dalam Peraturan Dasar dalam Kongres IPNU XIX pada
2018 di Cirebon, bahwasanya dalam Bab IV tentang Tujuan dan Usaha Pasal 8
berbunyi (1)Menghimpun dan membina pelajar dalam wadah organisasi IPNU. (2)Mempersiapkan
kader-kader pemimpin militan yang berwawasan intelektual dan berjiwa spiritual
sebagai penerus perjuangan bangsa. (3)Mengusahakan tercapainya tujuan
organisasi dengan menyusun landasan program perjuangan sesuai dengan
perkembangan masyarakat (maslahah al ammah), guna terwujudnya khaira ummah. (4)Mengusahakan
jalinan komunikasi dan kerjasama program dengan pihak lain selama tidak
merugikan organisasi.
Sebagaimana
yang telah diuraikan dan diperkuat, paradigma pelajar NU dalam ranah sekolah
dan perguruan tinggi mempunyai sistematika yang sangat komplek. Sensitifitas
kader yang berkesingguhan langsung dengan paham luar aswaja memberikan tekanan
dan upaya terobosan gebrakan baru dalam pengkaderan. Maka, interpretasi dalam
pengelolaan sistem kaderisasi perlu adanya pembenahan. Pemberdayaan serta
aktualisasi pontensi melalui pendekatan-pendekatan skill dan kolaborasi
setidaknya memberikan pemahaman sebagai bentuk back up terhadap paham selain NU, sehingga harapannya dapat
meningkatkan mutu integritas IPNU dan IPPNU.
Posting Komentar
Posting Komentar