Meneropong Kembali Sekte Islam Puritan: Ideologi & Gerakannya

 

Sumber: rmol.id

Oleh: Ali Mursyid Azisi

            Istilah Islam puritan mulai dikenal masyarakat dunia sejak terjadinya peristiwa pengeboman dan penyerangan Gedung WTC New York City yang ditulis oleh Khaled Abou El Fadl, seorang Profesor Muslim dari Kuwait yang mengajar di Universitas California, Los Angeles.  Pengeboman tersebut dilakukan karena kelompok tersebut bersifat intoleran, Islam garis keras, ektrim dan eksklusif.

Eksklusif sendiri diartikan tidak menerima adanya perbedaan pendapat dan bersifat tertutup. Biasanya kelompok Islam yang semacam ini cenderung gampang sekali menyesatkan, mengkafirkan (takfiri) terhadap siapa saja baik sesama Muslim maupun Non-Muslim yang tidak sependapat dengannya dan merasa sebagai muslim paling unggul (supremasi). Kelompok yang semacam ini cenderung keras dan tidak segan melakukan penyerangan terhadap siapapun.

Penyerangan Gedung WTC di Amerika tersebut tidak lain dipelopori oleh kelompok Muslim jaringan al-Qaidah. Semenjak peristiwa pengeboman tersebut, muncullah stigma (negative) publik Amerika terhadap Islam. Dalam catatan sejarah, kelompok Islam ekstrim semacam ini sudah ada yang dikenal dengan kelompok Khawarij yang juga memerangi sesama Muslim kala itu.

            Adanya aksi penyerangan tersebut, Islam oleh Amerika dipandang bertolak belakang dengan nilai-nilai hak individu dan pluralisme. Pernyataan Amerika semacam ini bisa dibenarkan jika ditujukan terhadap kelompok-kelompok ekstrimis, intoleran, dan eksklusif seperti halnya kelompok jihadis al-Qaidah pimpinan Osamah bin Laden, Wahabi, Taliban, dan kelompok Jihadis lainnya.

Islam sesungguhnya sangatlah jauh dari hal-hal semacam itu dan cenderung cinta akan kedamaian. Mengapa kelompok puritan semacam ini melakukan hal semacam itu? Faktor utama yang menjadikan karakter Islam puritan demikian yaitu, dalam memahami Qur’an secara harfiah dan syariat Islam merupakan segalanya (mereka meyakini Tuhan telah termanifestasikan kedalam syariat dan berisikan petunjuk untuk melakukan segala hal serta menerapkan hukum sesuai syariat).

            Jadi, mengapa kelompok ini cenderung tidak suka, tidak boleh berteman dan memerangi non-Muslim? Karena mereka tekstualis dalam memahami Qur’an tanpa memahami konteks sejarah bagaimana awal turunnya ayat tersebut. Semisal contoh ayat yang digunakan sebagai patokan kelompok ini untuk menyerang non-Muslim, “Lawan mereka di antara Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) yang tidak percaya pada Tuhan atau Akhirat, yang tidak melarang apa yang dilarang oleh Allah dan Nabi-Nya, dan yang tidak mengakui agama kebenaran, lawanlah mereka sampai mereka membayar pajak pemungutan suara (jizyah) dengan penyerahan diri dan merasa diri mereka takluk”.

Ayat ini dijadikan patokan untuk memerangi non-Muslim yang dianggap kafir maupun sesama Muslim yang tidak sependapat dengan pemikirannya dianggap sesat dan boleh diperangi. Padahal, dalam sejarah turunnya ayat tersebut dikarenakan umat Islam diperangi oleh Non-Islam kala itu, Muslim tidak diperbolehkan memulai peperangan terlebih dahulu.

            Kelompok semacam ini memakai dua rujukan utama yaitu Qur’an dan Hadis, diluar itu danggap bid’ah. Segala perilaku berkehidupan sosial juga disandarkan pada Nabi (Nabi pernah melakukan atau tidak). Nah dari doktrin yang semacam ini melahirkan Islam yang eksklusif, Intoleran, gampang mengkafirkan, mengecab bid’ah, sesat dan sebagainya.

Perlu kita ketahui dalam catatan sejarah bahwa Nabi berhubungan baik dengan non-Muslim, seperti halnya Abu Thalib sebagai pamannya yang semasa hidupnya tidak memeluk Islam. Akan tetapi Nabi tidak pernah membenci dan memeranginya.

            Kaum puritan semacam ini telah menjamur pada wilayah Indonesia yang banyak kita temui ormas-ormas Islam yang intoleran, eksklusif dan merasa paling unggul (supremasi) dan keras, seperti halnya Wahabi, Hisbut Tahrir Indonesia, Form Pembela Islam, dan ormas Islam lainnya yang bertujuan untuk meng-Arabisasi Indonesia dan ingin menjadikan Indonesia negara Khilafah. Dari doktrin-doktrin keras yang ditanamkan pada pengikutnya nantinya akan melahirkan kebencian sesama Muslim maupun non-Muslim.

            Islam dimaksud Islam sesungguhnya tidaklah semacam itu yang menggunakan cara kekerasan dan cenderung saling menkafirkan (takfiri) dan merasa paling unggul sendiri. Justru Islam sendiri mengajarkan untuk berperilaku baik terhadap Tuhan, berperilaku baik terhadap sesama manusia, dan juga alam (Rahmatan lil alamin) yang dalam hal ini diwakili oleh kaum Nahlyyin (NU) yang berpaham moderat, tradisionalis, inklusif, dan menjunjung tinggi sikap pluralisme. Doktrin-doktrin kebencian yang ditanamkan itu sebetulnya menghilangkan sisi-sisi positif dari Islam sendiri yang penuh dengan rahmat dan cintai damai.

Sedikit coretan kata demi kata ini semoga bermanfaat untuk kita generasi muda Islam, aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Artikel Terkait

Posting Komentar