Relevansi Dakwah Islam Walisongo dengan Islam Nusantara



Surabaya, (10/02/2020) Islam الإسلام menurut bahasa أسلم-يسلم (aslama-yuslimu) yang berarti tunduk dan patuh, berserah diri, menyerahkan, memasrahkan, mengikuti, dll. Sedangkan secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri, ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah serta serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-hukum Allah.

Bagaimana dakwah Islam Walisongo di nusantara?

Dakwah Islam yang disampaikan oleh Walisongo di nusantara dilakukan dengan metode-metode yang lemah lembut sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125:

ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdedebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 125).

Juga disampaikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim, Rasulullah bersabda:

يسر اولاتعسر اوبشر ولاتنفرا و تطاوعا

Permudahlah dan jangan mempersulit, gembiralah dan jangan menjauhkan, dan berlemah-lembutlah.” (H.R. Bukhari Muslim).

Dakwah Islam Walisongo itu bisa dibilang outside the box (diluar pikiran)” ungkap gus Haidar Ishomuddin pada saat mengisi kajian rutin BSCC.

Cara-cara atau metode-metode yang diterapkan oleh Walisongo mampuh menarik hati para penduduk tanah jawa yang pada masa itu masih di dominasi oleh kerajaan-kerajaan yang beragama hindu-budha. Yang paling nyentrik dari motode dakwah Walisongo adalah melalui budaya. Para Walisongo tidak serta merta menghapus budaya atau kebiasaan lama penduduk tanah jawa, melainkan dengan menyisipkan napas-napas Islam pada budaya-budaya dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat kala itu.

Sebagaimana contohnya yang sudah kita ketahui, bahwa Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid yang mengadopsi cerita pewayangan Mahabharata dan meciptakan tembang-tembang jawa yang bernapaskan Islam dan mengandung banyak makna filosofi seperti lagu lir-ilir. Kemudian Sunan Bonang yang terkenal banyak menciptakan tembang dolanan, dan Sunan Drajat yang mengubah kebiasaan dan tradisi masyarakat Lamongan pada masa itu yang sering mengadakan sesembahan kepada pohon-pohon besar. Sunan Drajat atau Raden Qosim tidak serta-merta melarang dan mengatakan bahwa itu bidah, Wa Kullu Bid’atin Haram seperti yang banyak dilakukan orang-orang milenial. Namun Raden Qosim menganggap bahwa semua itu sebagai ungkapan rasa syukur, maka yang perlu beliau lakukan adalah meluruskan cara-caranya bukan mengkafirkan orangnya. Maka dengan santun beliau menggantinya dengan pembacaan tahlil, mengganti makan-makanannya dengan makanan-makanan yang halal. Sehingga masyarakat Lamongan pada masa itu mudah menerima kedatangan Islam. Pun ulama-ulama Walisongo pada masa itu.
           
Apa itu Islam Nusantara?

Menurut hadis Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة ونؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا

Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa dibulan ramadhan, serta melaksanakan haji jika engkau mampuh melaksanakannya.” (H.R. Muslim).

Istilah dan gagasan Islam nusantara pertama kali muncul pada Muktamar NU ke-33 pada tahun 2015 di Jombang. Istilah atau gagasan ini dicetuskan oleh Ketua PBNU K.H. Said Aqil Siradj, “Islam nusantara adalah Islam yang ramah, santun, menyatu dengan budaya sebagai peradaban Indonesia,” ungkap K.H. Said Aqil Siradj.

Islam Nusantara adalah penerus dakwah Islam dari Nabi Muhammad SAW, ulama salafusshalih imam empat madzhab, Walisongo, ulama pesantren Mbah K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri NU tahun 1926). Kemudian diteruskan para ulama dengan dengan mensyiarkan Islam untuk dipahami dan diamalkan oleh masyarakat Islam di Nusantara yaitu Indonesia.

Jadi, Islam Nusantara bukanlah agama baru, melainkan karakteristik agama Islam yang dianut dan diamalkan oleh masyarakat Islam di Indonesia untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Yang kemudian diarifkan dengan kearifan lokal yang cocok dan mampu bersinergi tidak bertentangan dengan agama Islam Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas.

Apa latar belakang munculnya Islam Nusantara?

Kekacaun yang muncul akibat perdebatan antara penganut kepercayaan fundamentalis dan substantif yang melatarbelakangi lahirnya konsep Islam Nusantara. Kelompok fundamentalis adalah kelompok yang mengatakan bahawa Islam itu harus seratus persen sama pesis dengan Rasulullah bahkan tampilan luarnya. Seperti contoh jika Rasulullah berjubah, maka pengikutnya harus berjubah, apabila Rasulullah menunggang kuda, maka pengikutnya harus menunggang kuda, jika Rasulullah berjenggot, maka pengikutnya harus berjenggot, dll. Jika semua itu tidak dilakukan, maka disebut kafir. Sedangkan kelompok substantif, menilai bahwa Islam itu substansinya atau isinya tidak penting tampilan luarnya. Jadi, tidak harus meniru memakai jubah, berkuda, berjenggot, dll.

Maka konsep Islam nusantara hadir menjadi angin segar antara keduanya. Islam Nusantara hadir sebagai common platform antara kelompok fundamentalis dan substantive. Juga sebagai kelompok yang menjaga keutuhan NKRI dari rong-rongan kelompok-kelompok transnasional,” ungkap Gus Haidar.

Apa relevansi antara dakwah Islam Walisongo dengan Islam nusantara?

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa kesamaan, kecocokan atau relevansi antara dakwah Islam Walisongo dengan Islam Nusantara. Pertama, yaitu sumber hukum agama Islam. Sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Hadis, keduanya merupakan hujjah bagi umat Islam. Lalu para ulama mujtahid mutlak yang sudah khatam akan keduanya mengkaji lebih dalam tentang dua hal tersebut, yang dalam fikih Ahlussunnah Waljamaah kita kenal dengan Madzahibul Arba’ah dan lahirlah ijma’ dan qiyas. Dari sinilah para Walisongo dalam mendakwahkan Islam di nusantara juga bersumber pada kitab-kitab karangan imam empat madzhab sebagai hujjah yang tidak lepas dari Al-Qur’an dan hadis. Maka jamiyah Nahdlatul Ulama pun mensinergikan antara kaiian kitab karangan imam empat madzhab yang kita kenal di lingkungan pesantren dengan istilah kitab kuning dan dakwah Walisongo yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas
.
Kedua, yaitu ajaran-ajaran budaya yang mereka terapkan sebagai metode dakwah di Nusantara. Keduanya tidak serta merta menghapus budaya yang mereka anggap salah, namun mengadopsinya sebagai sarana dakwah dengan memasukkan napas-napas Islam di dalamnya.

Ketiga, yaitu sikap dalam menghadapi masyarakat. Cara berdakwah yang santun, luwes, dan lemah-lembut. Sikap menjaga toleransi atau menghargai perbedaan, dan cara bersosialisai terhadap masyarakat dengan menunjukkan teladan yang baik atau uswatun hasanah.

Sekian, semoga bermanfaat!
Terima kasih rekan dan rekanita yang sudah menyempatkan hadir pada kajian rutin BSCC.

Tetap semangat dan istiqomah. : )

Mari kita tampakkan keindahan Islam lewat akhlaq mulia, lewat santunnya dakwah. Nikmati keindahan Islam lewat perbedaan yang hakikatnya menyatukan.”
_Asyiah Faridatus Sa’adah_
            
Imam Jalaluddin Assuyuthi
Badan Student Crisis Center

Artikel Terkait

Posting Komentar