Dzawil Adkha terlihat tengah menyampaikan materi dengan antusias.
|
افترقت اليهود على احدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنين وسبعين فرقة وستفترق امتي على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار الا واحدة. وقيل من هي يا رسول الله؟ قال ما انا عليه وأصحابي وفي رواية الجماعة
Menurut Syaikh Abdul Halim Mahmud (1910 - 1973
M), hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibn Majah, al Hakim, dan Tirmidzi. Namun, sayang sekali
tidak ditemukan dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang dinilai sangat kritis terhadap
hadis. Ia diriwayatkan
oleh beberapa ulama yang di dalamnya tercampur antara hadis sahih dan tidak
sahih. Ini bisa membuka
pintu keraguan terhadap hadis tersebut. Karena ada juga riwayat yang berkata
sebaliknya, bahwa umat nabi akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan
selamat kecuali satu golongan saja, yakni Al-Zanadiq (orang-orang yang
menampakkan keIslamannya padahal sejatinya dia kafir).
Dijelaskan pula menurut Syaikh Muhammad Abduh
(1849 - 1905 M), seorang ulama yang dinilai cukup objektif dalam memahami hadis
tersebut, ia menjelaskan dalam kitab tafsirnya Al Manar dalam surat Al An'am
ayat 159:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ۚ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah
agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu
kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
Memang benar dan tidak dapat disangkal bahwa
kelompok-kelompok umat Islam sekarang pun bermacam-macam. untuk menentukan
kriterianya pun tidak susah, pasti siapa saja yang amalannya sesuai yang
diajarkan Allah dan rasulnya. Namun yang menjadi kesusahan itu ketika
menentukan siapa yang satu dalam hadis tersebut. Karena boleh jadi kelompok
tersebut sudah ada sejak dulu tapi sudah sirna sekarang, sehingga semua umat Islam
yang hidup sekarang termasuk yang sesat, atau mungkin kelompok tersebut belum
ada sampai sekarang walaupun perbedaan dalam Islam sudah mencapai 73 golongan.
Mungkin bisa jadi kesemuanya sama-sama benar, meskipun kelihatannya
berkelompok-kelompok tetapi hakikatnya mereka sama, sama-sama mengajarkan
tentang keesaan Allah, mengimani rasul, memuliakan Al-Quran, meniscayakan hari
akhir, dan sebagainya.
Maka dari itu, jangan sekali-kali mencaci
orang yang tidak sepaham dengan kita. Bukankah kebenaran itu relatif? Imam
Syafi'i pernah berkata: "Barangkali pendapatku ini benar, tapi salah
menurut orang lain. Pun pendapatku ini salah, tapi benar menurut
orang lain."
Allah juga mengajarkan kita untuk bersikap
baik terhadap sesama manusia, maka dalam hal ini, KH. Ahmad Siddiq merumuskan 4
prinsip dasar ukhuwah: ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariah, ukhuwah
wathaniyah, dan ukhuwah insaniyyah. KH. Hasyim Asy'ari dalam risalah
ahlussunnah wal jama’ah memberi rambu-rambu supaya umat aman. Bahwa
seyogianya umat Islam agar tetap dalam koridor ahlussunnah wal jamaah untuk
mengikuti dalam akidah: Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Lain hal
dalam fikih mengikuti madzahibul
arba'ah, dalam tasawuf mengikuti Abul Qasim Al-Junaidi dan Al-Ghazali. Kenapa? Sebab untuk ittishal al-
sanad atau tersambungnya sanad.
Orang-orang radikal akan berkata, “kenapa
kok tidak langsung ke Rasulullah?”
Karena hidup kita sudah terlampau jauh dari
Rasulullah, maka untuk mencapainya diperlukan guru-guru, sebagaimana ketika
kita hendak naik ke lantai atas kita harus menapaki anak tangga satu persatu,
ada pepatah Arab:
لولا مربي ما عرفت ربي
Bahayanya tidak memiliki
sanad keilmuan, contohnya:
Ketika kita dipersoalkan dengan masalah iddah
(masa menunggunya istri sebab talak, baik talak hidup/maut), Al-Qur’an
hanya menjelaskan secara mujmal:
والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء
Apa maknanya?
Abu Hanifah berpendapat itu artinya 3 kali suci, Imam Syafi'i berpendapat 3
kali haid.
Lalu ada problem, bagaimana kalau wanitanya
tidak haid atau katakanlah sedang hamil, maka memakai ayat:
وأولات الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن
Bagaimana jika
talak maut? Maka memakai
ayat:
والذين يُتوفَّون منكم ويذرون أزواجا يتربّصن بأنفسهنّ أربعة أشهر وعشرا
Pernah ada perdebatan di kalangan sahabat
ketika ada seorang perempuan (Subai'ah al-Islamiyah) ditinggal mati suaminya
dan dia sedang hamil tua, 16 hari akan melahirkan, wa qila (dan
dikatakan) 25 hari, lalu sebagian sahabat memakai qaul yang 4 bulan 10
hari, namun Sayidina Umar memakai ayat
melahirkan sebagai batas iddah-nya. Sampai pada akhirnya ditengahi oleh
nabi, maka iddah-nya adalah ketika ia melahirkan.
Dalam kisah lain pernah Sayidina Ali ditanya
oleh seseorang, "engkau mengetahui Muhammad dari Tuhanmu ataukah
mengetahui Tuhanmu dari Muhammad?" Sayyidina Ali menjawab "kalau
aku mengetahui muhammad dari Tuhanku, niscaya aku tidak akan butuh kepada
rasul. Jika aku mengetahui tuhanku melalui Muhammad, maka Muhammad yang akan
lebih aku percaya dari Tuhanku. Maka yang benar adalah aku mengetahui Tuhanku
dari Tuhanku (melalui ayat-ayat kauniyah yang hadir di alam sekitar
manusia), kemudian datanglah seorang rasul untuk menjelaskan apa makna yang
diinginkan Tuhanku.
Dalam kisah ini, Sayidina Ali
memposisikan Rasulullah sebagai guru/sanadnya untuk mencapai
rida Tuhan.
Lalu bagaimana
kalau belajar tanpa sanad?
Syaikh Usamah Al-Sayid mengatakan, “sebab adanya paham radikalisme adalah tidak
adanya kesadaran dalam belajar ilmu yang benar secara talaqqi”. Banyak orang
yang abai dalam belajar sehingga mengikuti cara mereka sendiri, misalnya
memahami Islam hanya dengan mempelajari sendiri dari buku-buku atau pun
internet, atau mungkin belajar dengan guru tetapi yang tidak kompeten ilmunya.
Imam Muhammad bin Sirrin pernah berkata yang
dikutip oleh Imam Muslim dalam muqaddimah sahihnya:
إنّ هذا العلم دين فانظر عمّن تأخذ دينكم
Radikalisme
Aliran radikal
melahirkan dua paham ekstrem: ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Adapun
ekstrem kanan ialah orang-orang yang dengan mudahnya mengkafirkan sesama
muslim, sehingga sering membunuh, meneror, mengebom, dsb. Adapun ekstrem kiri
ialah orang-orang yang berpenampilan agamis, tetapi mengarahkan umat kepada
yang dilarang oleh Allah.
Mereka pernah berkata:
إنّ الخمر حلال والنبي يتوضع بالخمر
Untuk menangkal paham radikal maka langkah
pertama adalah dengan membersihkan diri kita terlebih dahulu, sebelum kemudian
menjaga keluarga kita, lalu orang-orang disekitar kita. Ibda' binafsik! sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
يا ايهالذين امنو قوا أنفسكم و أهليكم نارا
Pada era digital ini, maka sebagai generasi
milenial kita harus menguasai medsos agar tidak tercemar dengan paham radikal,
yang terkadang kita sendiri tidak menyadarinya bahkan turut menjadi bagian
pendukung paham tersebut. Menyibukkan diri dengan belajar, mengaji dan mengkaji
akan menjadi benteng dari paham-paham radikal terhadap diri sendiri. Menjadikan semua kajian keislaman bersifat
dialog akademis bukan dekontekstualis. Saring sebelum sharing dan
berdakwahlah secara santun namun tetap santuy. Dalam berdakwah pun seyogianya dengan
cara yang baik dan santun sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
Mari kita tampakkan keindahan Islam lewat
akhlaq mulia, lewat santunnya dakwah kita.
Nikmati keindahan Islam lewat perbedaan yang
hakikatnya menyatukan.
Cukup! Itu saja.
Semoga bermanfaat
Oleh : Asyiah Faridatus Saadah (BSCC)
Narasumber : Muhammad Dawil Adkha
Posting Komentar
Posting Komentar