Surabaya
(30/9), Dewasa
ini, teknologi dan internet adalah suatu kebutuhan umat, dari murid sekolah
dasar hingga mahasiswa, dosen dan para pekerja semua tidak terlepas dari
teknologi dan internet. Kalau zaman dahulu disebut Silent Generation
sekarang kita disebut zaman Digital Native. Dulu di awal berdirinya NU
kita masih berada pada zaman revolusi industry 2.0 (listrik & telepon) dan
saat ini kita sudah berada pada zaman revolusi industry 4.0 (internet).
Pada era/zaman ini kita tidak lagi dibatasi oleh batas wilayah physical
space, sehingga memudahkan kita untuk bertatap muka atau bahkan mengakses
berita/informasi dari penjuru dunia termasuk banyak pula kabar bohong (hoax).
Sebagai kader NU, jangan mudah tersulut oleh kabar hoax. Kader NU adalah kader
yang tidak gumunan, tidak guyonan, dan tidak baperan. Dari
dulu NU selalu komitmen menjaga NKRI.
Fokus
atau tujuan dari didirikannya organisasi Islam terbesar di Indonesia ini adalah
untuk memupuk motivasi warga negara Indonesia dalam hal Keagamaan (Amanah
Diniyah) dan Kebangsaan (Amanah Wathaniah). Mengaca dari
negara-negara di Timur Tengah yang hanya memberlakukan motivasi keagamaan
kepada warganya melahirkan negara-negara yang mudah terpengaruh oleh nafsu
kebinatangan, mudah tersulut oleh berita hoax, hasilnya para warga negaranya
tidak dapat menjalankan syariat agama dengan tenang, anak-anak tidak
mendapatkan pendidikan yang semestinya sebab di negara mereka perang berkecamuk satu sama lain, perpecahan terjadi
dimana-mana. Tentunya kyai NU tidak mau hal tersebut terjadi di Indonesia. Maka
diberlakukanlah motivasi keagamaan dan motivasi kenegaraan sebagai benteng dari
rongrongan para penjajah yang ingin merusak NKRI dari dalam.
Islam
memandang bahwa sistem demokrasi tidak harus 100% Islami. Dalam bernegara, para
ulama dan kyai NU sepakat bahwa maslahat hanya dapat dicapai dengan jalan Dar-ul-mafasid
muqaddam ‘ala jalbi al-mashalih, yaitu Mencegah kerusakan itu lebih utama daripada
mencari kemaslahatan. “Adanya Pancasila adalah payung keberagaman,
Pancasila memang bukan satu-satunya, namun dari Pancasila itu menyatukan,” ujar
ustadz Ahmad Syauqi. S.Hum, M.Si. saat Rutinan Kiswah. “NKRI dengan falsafah
Pancasila sudah pas! Kita harus melestarikan PBNU sebagai empat pilar, yaitu
Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-undang,” tambahnya.
NU
adalah sebuah manhaj, yang artinya NU adalah solusi pemecah masalah dalam
segala hal (Manhaj al-fikr wa al-harokah) Artinya NU sebagai landasan
befikir dan semua harus bergerak dan terealisasi, tidak hanya sekadar wacana.
Landasan berfikir tersebut antara lain :
- Ta’addul (adil), artinya menempatkan sesuatu pada
tempatnya.
- Tawazzun (seimbang), artinya istiqomah dalam membawa
nilai-nilai aswaja tanpa intervensi dari kekuatan manapun.
- Tasammuh (toleransi), artinya meyakini yang kita yakini “lakum dinukum waliyadin”, tidak menyalahkan yang lain pun tidak membenarkannya.
- Tawassuth (tengah-tengah), artinya tidak berhaluan kanan
ataupun kiri.
- Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, artinya
mengajak kepada yang baik dengan cara yang baik, serta mencegah dari yang buruk
pun dengan cara yang baik.
Manifestasi
Nilai-nilai Ahlussunnah Waljama’ah An-nahdliyah dalam bernegara (khittah
nahdliyah) adalah negara nasional (yang didirikan Bersama oleh seluruh
rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya. Serta penguasa negara
(pemerintah) yang sah harus ditempatkan di kedudukan yang tinggi dan ditaati,
jika terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui
tata cara sebaik-baiknya.
Pesan Ustadz
Syauqi terhadap para kader NU, “Di kalangan mahasiswa, implementasi aswaja
adalah keseimbangan antara kuliah dengan organisasi, jika ada kader NU yang
hanya titip nama dalam SK dan tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan
ke-NU-an dengan alasan kuliah, tugas, dll. berarti mereka belum mampuh mengimplementasikan
nilai-nilai Aswaja” nasihat Ustadz Syauqi kepada para kader NU. “Pun
sebaliknya, jika ada mahasiswa kader NU yang hanya militan di dalam organisasi
sedangkan kuliahnya amburadul, maka itu juga merupakan kegagalan dalam
mengimplementasikan nilai-nilai aswaja”.
Demikian
pemaparan dalam fokus implementasi nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah dalam
menjaga keutuhan NKRI di era 4.0. Harapannya di era teknologi dan internet yang
semakin menjamur ini, kita mampu menjadikan teknologi dan internet sebagai
sarana Ghozwatul Fikr yang positif serta dakwah untuk memupuk
motivasi keagamaan dan kebangsaan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Aswaja
sebagai landasan berfikir.
Oleh:
Imam Jalaluddin Assuyuthi (Badan Student & Crisis Center)
Posting Komentar
Posting Komentar