Ramadan Hening dan Para Perindu Ampunan

Tak ada yang bisa kita pamerkan dari puasa; tidak awalnya sahur, tidak akhirnya buka, tidak lemasnya badan, tidak pula segarnya penampilan.

"Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjar pahalanya." Demikian Allah berfirman dalam Hadits Qudsi; ialah ibadah hening lagi rahasia, bahwa hanya diri dan Allah saksi hakikatnya, pembina bagi taqwa.

Dan tahun ini, semarak tarawih kita juga dikembalikan ke hakikatnya; menghidupkan malam bermesra, dengan tangis harap dan takut yang syahdu, dalam hening dan rahasia, di dalam bilik-bilik rumah kita. Ketua Ittihadul 'Alami li 'Ulamail Muslimin Asy Syaikh Ahmad Ar Raisuni mengingatkan, "Menegakkan qiyamullail Ramadhan secara berjamaah di Masjid adalah sunnah Khulafaur Rasyidin. Menegakkannya di rumah kita sendiri adalah sunnah Rasulullah ﷺ. Jadi kita beralih dari sunnah yang utama, kepada sunnah yang jauh lebih utama."

Di sinilah penguatan tarbiyah ruhaniyan kita; untuk memamerkan ibadah hanya kepada Allah semata, biarlah sesama menikmati sekadar dampaknya saja, berupa senyum penuh cinta, akhlak mulia, dan manfaat yang terasa.
Ramadhan boleh hening di luar sana, tapi harus tetap semarak dalam hati kita, dan bergelora bagi semangat ibadah kita. Karena kata Imam Asy Syafi'i, "Tak kulihat yang seperti surga, dengan segala gambaran kenikmatannya, bagaimana masih bisa tidur pemburunya? Dan tak kulihat yang seperti neraka, dengan semua lukisan kengeriannya, bagaimana masih bisa tidur buruannya?"

Sementara bagi para perindu ampunan Inilah bulan kebahagiaan.

Maksiat adalah api; ia menunggui dan akan menyambut ahlinya di akhirat nanti. Taubat adalah air; sederas hujan, selembut embun, sesejuk salju.
Dan kita adalah tanah. Yang dengan siraman hujan menjadi subur. Yang dengan tetesan embun menjadi berkilau. Yang dengan selimut salju menjadi berrehat.
"Al Quran telah menunjukkan pada kalian penyakit kalian dan obatnya", ujar Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib. "Penyakit kalian adalah dosa. Obatnya adalah istighfar."

Maka surga adalah "kebun", tempat segala yang baik berakar, tumbuh, mekar, dan berbuah segar. Maka di bawahnya mengalir sungai-sungai; mengalun sesuci susu, bergemericik semanis madu, berriak sesemarak khamr murni.

Ampunan-Nya adalah kebersihan, kesejukan, kenikmatan.
"Bagaimana pendapat kalian", tanya Nabi ﷺ pada para sahabatnya, "tentang seseorang yang di bawah rumahnya mengalir sungai, lalu setiap hari dia turun mandi ke sana lima kali banyaknya, maka masihkah tersisa kotoran di badannya?"
"Tentu tidak ya Rasulallah ﷺ."
"Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu bagi ahlinya. Ia membersihkannya dari dosa-dosa."
Maka benarlah beliau ﷺ dalam sabda shahih yang direkam Imam Muslim, "Shalat yang lima, Jumat ke Jumat dan Ramadhan ke Ramadhan; adalah penghapus bagi segala dosa di antaranya, selamat dijauhi dosa-dosa besar."

Betapa indahnya Ramadhan, bulan yang shiyam dan qiyamnya berjaminan ampunan, dari Dzat Yang Suka Memberi Ampunan. "Allaahummaa innaka 'afuwwun. Tuhibbul 'afwa, fa'fu 'annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun. Engkau suka menganugerahkan ampunan, maka ampunilah aku."

Mohammad Ainun Najib, S.H
Alumni PKPTP IPNU UINSA

Artikel Terkait

Posting Komentar